Hujan
Air tercurah dari langit seperti tak ada habisnya. Suara petir menyambar-nyambar sekenanya. Kutengok dari jendela, sungai di depan rumah mulai tumpah.
Air tercurah dari langit seperti tak ada habisnya. Suara petir menyambar-nyambar sekenanya. Kutengok dari jendela, sungai di depan rumah mulai tumpah.
Undangan nikah di tangannya, diremas dan dilempar ke depan sekuat tenaga. Pikirannya melayang-layang di antara desah napas panjang tak berkesudahan.
Senja adalah duduk berdua denganmu, menatap laut lepas, dan membiarkan sayap-sayap mentari memeluk tubuh dan hati kita berdua.
Dua tubuh yang semula bergumul itu, perlahan mulai tak bergerak, membatu. Di luar, kulihat sinar mentari mulai masuk dari celah jendela rumah.
Mengapa kita harus menulis? Sebuah pertanyaan sederhana dengan jawaban beragam sesuai kondisi atau latar belakang si penjawab.
Mengapa Kita Harus Menulis? Read More »
Sejak kecil ia hanya diajari, dan belajar, menggunakan tangan. Bagaimana kini ia diharapkan bisa menggunakan hatinya?
Mata-mata tajam menatap layar kaca. Jari-jari bergerak cepat memenceti benda bersinar di tangan. Sekitar tak dipandang.
Tahukah kamu bahwa menulis bisa menjadi salah satu terapi untuk kesehatan mental? Seiring kerusakan yang terus disebabkan manusia pada era antroposen, maka semakin banyak pula bumi mengembalikan dampak kerusakan itu pada kehidupan. Salah satunya, makin banyaknya kasus-kasus gangguan mental pada manusia. Tak ayal, isu kesehatan mental belakangan ini terus mengemuka. Baca juga: Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang Laju gangguan mental tersebut dicegah (setidaknya dihambat). Salah satu hal sederhana bisa menjadi terapi kesehatan mental adalah menulis. Konselor psikologi asal Jakarta, Ferdiana Fachrudin S.Psi., CCP. mengatakan bahwa menulis bisa menjadi salah satu bentuk terapi kesehatan mental. “Dengan menulis, seseorang bisa mengalirkan emosi. Lebih baik dengan menulis tangan. Karena menulis dengan tangan bisa meluapkan emosi. Dalam menulis ada tekanan, ada ketebalan, mata dan tangan bisa melihat dan merasakan, indera pendengaran kita mendengarnya, bahkan kita bisa mencium bau tinta atau kertasnya. Ini bisa membantu meringankan tingkat stres kita,” katanya. Menulis, menurutnya, jadi salah satu metode ampuh menuangkan emosi, apalagi bagi mereka yang introvert atau yang tidak bisa menceritakan masalahnya secara langsung pada orang lain. Lalu, menulis seperti apakah yang bisa menjadi intervensi terhadap kondisi mental? Bolton (2011) menyebut beberapa metode menulis bisa digunakan untuk intervensi pelayanan kesehatan seperti menulis ekspresif, menulis puisi, terapi narasi, dan menulis kreatif. Dalam hal menulis ekspresif, Nurhayani Maudi, Triyono, dan Dany M. Handirini (dari Bimbingan Konseling-Universitas Negeri Malang), dalam Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Malang pada Desember 2019, sependapat; untuk mengelola emosi dapat dilakukan dengan cara menulis ekspresif. Menulis ekspresif adalah mengungkapkan pengalaman emosional yang dapat memperbaiki fisik, pikiran, dan perilaku ke arah yang lebih baik. Teknik ini dikembangkan oleh Pennebeker dan efektif dalam mengurangi emosi negatif pada individu. Menulis jenis ini lebih menekankan pada pengungkapan pikiran atau perasaan. Menulis ekspresif akan membuat individu melepaskan perasaan-perasaan yang bergejolak dalam hati, dan mengubah cara individu dalam mengendalikan emosi marah. Baca juga: Amsal Burung Biru Laut Ekor Hitam Dalam penelitian oleh Koopman et al.(2005); Frattaroli, Thomas, & Lyubomirsky (2011), Meston,Lorenz, & Stephenson (2013), Randler et al. (2015), disimpulkan bahwa menulis ekspresif cukup efektif untuk mengurangi gejala kecemasan, depresi, dan gangguan stress paskatrauma. Lebih lanjut, John F. Evans (2012) menyatakan, menulis ekspresif lebih mementingkan perasaan daripada kejadian, ingatan, benda, atau orang-orang yang ada di dalam sebuah kisah. Seperti penulisan naratif, tulisan ekspresif bisa memiliki alur cerita: awal, tengah, dan akhir. Selain menulis ekspresif, jenis menulis lain yang bermanfaat pada mentalitas adalah menulis kreatif. Metode menulis ini dianggap sebagai media ekspresi emosi dan pikiran, dengan fokus pada bentuk artistic. Penerapannya difasilitasi oleh penulis professional, dengan atau tanpa kehadiran tenaga profesional kesehatan (King, 2013). Hal ini disebut dapat membangun kembali perasaan kompetensi yang sering kali terganggu pada mereka yang mengalami penyakit mental. Membangun kembali kepercayaan diri, adalah hal penting dalam pemulihan kondisi mental seseorang. Bahkan, menjadi salah satu kunci utama. Baca juga: Kisah WR. Soepratman, Jurnalis dan Musisi Jazz Penggubah Lagu Indonesia Raya Artikel Mental health recovery and creative writing groups: A systematic review, dalam Nordic Journal of Arts, Culture and Health volume 4 (2022),menyebutkan bahwa pemulihan gangguan mental tidak hanya dianggap sebagai pengurangan gejala, namun lebih sebagai “cara menjalani kehidupan yang memuaskan, penuh harapan, dan berkontribusi.” Itu sebabnya, dengan ‘kembalinya kompetensi’ pada seseorang diharapkan akan menjadi langkah awal pemulihan mental. Bagaimana, apakah kamu sudah menulis? (Editor: Iman Suwongso)
Menulis dan Kesehatan Mental Read More »
Buku “Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang” karya Luis Sepulveda, adalah salah satu kisah sederhana namun sarat nilai dan makna kehidupan.
Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang Read More »