Mee, Namaku (29)
Matahari melintas ke barat semakin menepi
Menggelincir pada langit biru dan menyusup pada awan
Pada akhirnya aku tidak bisa menutupi
Matahari melintas ke barat semakin menepi
Menggelincir pada langit biru dan menyusup pada awan
Pada akhirnya aku tidak bisa menutupi
Kami memang berbeda, aku totok dia baba
Katanya cinta tak mengenal perbedaan
Katanya cinta melintasi batas-batas yang ada
Tapi kenyataan selalu lebih kuat untuk memisahkan
Senyum di warung sate itu seperti ombak di laut,
Membuat aku merasa betapa rapuh dan lemah,
Apakah begini rasanya jiwa dan hati tertaut,
Tidak bisa melawan, hanya bisa menyerah.
Waktu berputar membuat batas
Pada saatnya pintu akan ditutup
Sudah tak ada orang berkerumun di teras
Semua duduk di kursi menatap layar bioskop
Kalau malam semakin redup
Di dalam kamar tak bisa tidur aku merenung
Apakah harus kuterima menjadi jalan hidup
Di dalam toko tubuh dan pikiran terkurung
Dengarkanlah setiap pesan dari pepatah:
Apapun yang kamu kerjakan pasti ada hasil
Tak selalu datang berlimpah-limpah
Kadang besar, kadang kecil
Prahara sudah mulai menyurut
Sekalipun ketegangan masih dirasa di sana-sini
Kehidupan kami mulai berdenyut
Memulai lagi membuka toko yang terlanjur terbengkalai
Kata Kartini habis gelap terbitlah terang
Apakah akan terjadi padaku dalam mengarungi hidup
Sementara sekarang jalanku masih remang
Belum tahu masa depan akan terbuka apa tertutup
Lihatlah diriku yang tumbuh menjadi remaja matang
Tumbuh pada jalan yang senantiasa dikepung badai
Tak ada angin tenang menerbangkan layang-layang
Aku sudah umur sepuluh
Aku tak kenal Indonesia
Aku belum mendapat suluh
Apalagi mengenal bahasa